MASA NABI IBRAHIM AS :

2. Kemudian Nabi Ibrahim as naik ke
Jabal Qubays (sebuah bukit di selatan Ka’bah) dan memasukkan jari
tangannya ke telinganya sambil menghadapkan wajahnya ke Timur dan Barat
beliau berseru, “Wahai sekalian manusia telah diwajibkan
kepadamu menunaikan ibadah haji ke Baitul Atiq, maka sambutlah perintah
Tuhanmu Yang Maha Agung“. Seruan tersebut telah didengar
oleh setiap yang berada dalam sulbi laki-laki dan rahim wanita. Seruan
itu disambut oleh orang yang telah ditetapkan dalam ilmu Allah SWT bahwa
ia akan melaksanakan haji, sampai hari Kiamat mereka berkata, “LABBAIK
ALLAAHUMMA LABBAIK”, artinya, “Telah saya
penuhi panggilan-Mu, Ya Allah! Telah saya penuhi panggilan-Mu“.
3. Seusai Nabi Ibrahim as menyeru
manusia untuk melaksanakan haji, malaikat Jibril as mengajaknya pergi.
Kepada beliau diperlihatkan bukit Safa, Marwah
dan perbatasan tanah Haram,
lalu diperintahkan untuk menancapkan batu-batu pertanda. Ibrahim as
adalah orang yang pertama menegakkan batasan tanah Haram setelah
ditunjukkan oleh malaikat Jibril as. Pada tanggal 7 Zulhijah, Nabi
Ibrahim as berkhutbah di Mekah ketika matahari condong ke Barat
(tergelincir), sementara Nabi Ismail as duduk mendengarkan. Pada esok
harinya, keduanya keluar berjalan kaki sambil bertalbiyah dalam keadaan
berihram. Masing-masing membawa bekal makanan dan tongkat untuk
bersandar. Hari itu dinamakan hari Tarwiah.
Di Mina, keduanya melaksanakan salat
Zuhur, Asar, Magrib, Isya dan Subuh. Mereka tinggal di sebelah kanan
Mina sampai terbit matahari dari gunung Tsubair (waktu Dhuha), kemudian
keduanya keluar Mina menuju Arafah. Malaikat Jibril as menyertai mereka
berdua sambil menunjukkan tanda-tanda batas sampai akhirnya mereka tiba
di Namirah. Malaikat Jibril as menunjukkan pula tanda-tanda batas
Arafah. Nabi Ibrahim as sudah mengetahui sebelumnya lalu berkata, :
عَرَفْتُ ,artinya: “Aku sudah mengetahui”,
maka daerah itu dinamakan Arafah.
4. Ketika tergelincir matahari,
malaikat Jibril as bersama keduanya menuju suatu tempat (sekarang tempat
berdirinya Masjid Namirah), kemudian Nabi Ibrahim as berkhutbah dan
Nabi Ismail as duduk mendengarkan, lalu mereka salat jamak taqdim Zuhur
dan Asar. Kemudian malaikat Jibril as mengangkat keduanya ke bukit dan
mereka berdua berdiri sambil berdoa hingga terbenam matahari dan hilang
cahaya merah. Kemudian mereka meninggalkan Arafah berjalan kaki hingga
tiba di Juma‘ (daerah Muzdalifah sekarang). Mereka salat Maghrib dan
Isya di sana, sekarang tempat jamaah haji melaksanakan salat. Mereka
bermalam di sana hingga terbit fajar keduanya diam di Quzah. Sebelum
terbit matahari, mereka berjalan kaki hingga tiba di Muhassir. Di tempat
ini mereka mempercepat langkahnya. Ketika sudah melewati Muhassir,
mereka berjalan seperti sebelumnya. Ketika tiba di tempat jumrah, mereka
melontar jumrah Aqabah tujuh kerikil yang dibawa dari Juma’. Kemudian
mereka tinggal di Mina pada sebelah kanannya, lalu keduanya menyembelih
hewan kurban di tempat sembelihan. Setelah itu memotong rambut dan
tinggal beberapa hari di Mina untuk melontar tiga jumrah pulang bali
saat matahari mulai naik. Pada hari Shadr, mereka keluar untuk salat
Zuhur di Abthah. Itulah ritual ibadah haji yang ditunjukkan oleh
malaikat Jibril as sesuai permintaan Nabi Ibrahim as, “…..tunjukkanlah
kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami….”
(QS Al Baqarah : 128).
5. Sejarah Nabi Ibrahim as dan
Nabi Ismail as di Makkah
PERINTAH ibadah haji sebagai seruan Nabi
Ibrahim as dilakukan segera setelah Ibrahim as beserta putranya Ismail
as menyelesaikan pembangunan Ka’bah. “Monumen” bagi keduanya kini adalah
Maqam Ibrahim dan Hijr Ismail. Pembangunan Baitullah ini
dilakukan oleh Ibrahim as ketika beliau datang ke Mekah untuk yang
kelima kalinya sekaligus yang terakhir. Lalu saat peristiwa apa saja
Ibrahim as ke Makkahh ?
Pertama : Mengantar
Siti Hajar dan Ismail
Ibrahim as, Siti Hajar, dan Ismail as
berangkat dari Hebron bergerak ke arah tenggara menyusuri rute kafilah
yang dikenal sebagai rute wewangian (incense route) sejauh
1.200 km dan tiba di lembah tandus pegunungan Sirat yang
puncak-puncaknya meliputi Jabal Ajyad, Jabal Qubais, Jabal
Qu’aiq’an, Jabal Hiro, dan Jabal Tsur. Lembah itu bernama
Bakkah (Mekah). Siti Hajar dan Ismail as diantarkan ke Mekah
karena istri tua Ibrahim Siti Sarah mencemburui Hajar yang telah
memberikan putra kepada Ibrahim. Atas perintah Allah SWT Siti Hajar dan
putranya ditinggal di bawah sebuah pohon oleh Ibrahim as yang kembali ke
Palestina menemui Sarah. Nabi Ibrahim as berdoa menengadahkan tangan,
menyebut nama Allah, menitipkan Siti Hajar dan Ismail as di bawah
perlindungan dan keselamatan Allah SWT.
Saat air susu habis dan tak ada air,
Siti Hajar menaiki bukit Shafa mencari air untuk putranya atau
kalau-kalau ada kafilah yang dapat membantu. Ketika tak ada siapapun
yang lewat, Siti Hajar berjalan menuruni bukit, lembah, dan mendaki ke
bukit Marwah. Melihat ke sekeliling namun tak ada apa-apa pula. Tujuh
kali balik dilakukan, hingga akhirnya Allah mengeluarkan air zamzam di
tempat Ismail ditinggalkan. Kelak inilah yang mendasari prosesi haji
yang bernama Sai.
Kedua: Menyembelih
Ismail as
Saat Ismail berusia 11-12 tahun, Ibrahim
as menemui keluarganya di Mekah yang telah berubah dibandingkan situasi
saat pertama datang. Baru saja melepas rindu, Allah SWT. memerintahkan
melalui mimpi agar menyembelih Ismail as.
Meskipun mengalami kegalauan, namun
akhirnya berkat ketaatan Ibrahim as dan kesabaran Ismail as, “yaa
abati af’al maa tu’maru“ – wahai ayahku kerjakanlah apa
yang diperintahkan kepadamu, maka perintah itu dapat dilaksanakan. Allah
pun menggantikannya dengan sembelihan Qibas (salah satu jenis kambing).
Soal ujian pengorbanan dalam bentuk
apapun, Allah sebenarnya tidak bermaksud menganiaya hamba-hamba-Nya,
melainkan sekadar “sarana” untuk meningkatkan mutu keimanan dan amal
salehnya semata. Dalam ibadah haji, penyembelihan hewan “hadyu”
ini dilaksanakan setelah Jumratul Aqabah atau pada hari-hari
tasyrik.
Ketiga: Mengganti
palang pintu rumah
Setelah Ismail as berumah tangga dengan
memperistri wanita dari suku Jurhum dan Siti Hajar telah meninggal,
Ibrahim as datang bersilaturahmi. Namun tidak bertemu dengan putranya
karena sedang berburu dalam waktu yang cukup lama. Hanya menantunya yang
ada, namun Ibrahim merahasiakan identitas dirinya. Ketika ditanyakan
bagaimana keadaan rumah tangga mereka, istri Ismail as tersebut mengeluh
tentang kesulitan dan kemiskinan hidup mereka, serta tak ada
kebahagiaan sama sekali. Ketika pamit, Ibrahim berpesan kepada
menantunya jika Ismail pulang sampaikan salam dan disarankan agar
mengganti palang pintu rumahnya. Ketika Ismail as kembali, lalu
mendengar cerita istrinya tentang kedatangan tamu beserta pesan-pesannya
itu, maka Nabi Ismail as mengerti. Kemudian ia segera menceraikan
istrinya yang dinilai rewel, tak bersyukur atas nikmat yang Allah
berikan, tidak sabar, serta tidak menghargai usaha suaminya tersebut.
Keempat: Mempertahankan
palang pintu rumah
Setahun setelah kedatangan ketiga,
Ibrahim as datang lagi ke Mekah untuk menemui putranya, lagi-lagi tak
bertemu. Hanya istri Ismail as yang baru yang ditemui. Ia adalah putri
sekh suku Jurhum yang bernama As Sayyidah binti Madad bin Amr.
Sebagaimana yang lalu, Ibrahim as yang menyembunyikan identitas dirinya,
menanyakan pula keadaan rumah tangga mereka.
Ibrahim berdoa “Ya Allah
berkahi daging dan air mereka.” (HR Bukhori). Seraya
berpesan apabila suaminya pulang nanti agar palang pintunya tak perlu
diganti. Demikianlah istri saleh yang senantiasa bersyukur dan tak
pernah mengeluh atas hasil usaha suaminya.
Meskipun kedatangan ketiga dan keempat
tidak berhubungan dengan ibadah haji, namun bangunan rumah tangga
merupakan indikator kesuksesan haji. Hal ini sejalan dengan doa agar
sekembalinya dari melaksanakan ibadah haji senantiasa mendapat
perlindungan Allah dari “suu il munqolabi fiil maali wal ahli”
(kejelekan harta dan keluarga).
Kelima: Membangun
Ka’bah
Tanah yang menggunduk agak tinggi dekat
sumur zamzam adalah lokasi pilihan “Ini adalah tempat yang dipilih
Allah,” kata Ibrahim as kepada Ismail as (HR Bukhari), lalu
keduanya membangun Ka’bah itu. Berbeda dengan bangunan Ka’bah sekarang,
dahulu Ka’bah lebih pendek, tak berpintu, serta memanjang meliputi Hijr
Ismail sekarang. Ada dua batu istimewa dalam proses pembangunan
tersebut, yaitu Hajar al Aswad dan Maqam Ibrahim.
Nantinya dalam ritual haji Hajar Aswad menjadi tempat mengawali
dan mengakhiri tawaf. Setiap melewatinya mengecup atau ber-istilam.
Adapun setelah tawaf, jemaah haji mesti salat 2 (dua) rakaat di
belakang Maqam Ibrahim. Allah SWT pun berfirman, “dan
sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang tawaf, orang-orang yang
beribadah, dan orang-orang yang ruku-sujud.” (QS Al Hajj
26).
Kita mengira bahwa Ibrahim as akan
meluangkan waktu panjang di Mekah, namun nyatanya tidak, setelah Ka’bah
dibangun, Ibrahim as kembali ke Bersyeba Palestina. Sebelumnya itu,
Allah menyuruh Ibrahim as untuk mengumumkan kewajiban ibadah haji,
berziarah ke Baitullah dengan tata cara (manasik) yang diajarkan Allah
kepada Ibrahim a.s, “…..tunjukkanlah kepada kami cara-cara
dan tempat-tempat ibadah haji kami….“ (QS
Al-Baqarah :128) dan Allah berfirman, “serulah kepada
manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang dengan
berjalan kaki, mengendarai unta kurus, datang dari segenap penjuru yang
jauh“.
MASA NABI MUHAMMAD SAW
1. Dari segi sejarah, ibadah haji
seperti yang sekarang ini merupakan syariat yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW, sebagai langkah memperbaharui dan menyambung ajaran Nabi
Allah Ibrahim as. Ibadah haji mula diwajibkan ke atas umat Islam pada
tahun ke-6 Hijrah, mengikuti turunnya QS Al-Imran 97, artinya : “…..
mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam”.
Pada tahun tersebut, Rasulullah SAW
bersama-sama lebih kurang 1500 orang berangkat ke Makkah untuk
menunaikan fardhu haji tetapi tidak dapat mengerjakannya karena
dihalangi oleh kaum kafir Quraisy sehingga melahirkan satu perjanjian
yang dinamakan Perjanjian Hudaibiah.
Perjanjian itu membuka jalan bagi perkembangan Islam di mana pada tahun
berikutnya ( tahun ke-7 Hijrah ), Rasulullah telah mengerjakan Umrah
bersama-sama 2000 orang umat Islam. Pada tahun ke-9 Hijrah, barulah
ibadah Haji dapat dikerjakan di mana Rasulullah SAW menyerahkan kepada
Saidina Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk memimpin 300 orang umat Islam
mengerjakan haji.
2. Rasulullah SAW
mengerjakan haji
Nabi Muhammad SAW telah menunaikan fardhu
haji sekali saja dan umroh 4 kali semasa hayatnya. Haji
itu dinamakan Hijjatul Wada/ Hijjatul Balagh/ Hijjatul Islam atau
Hijjatuttamam Wal Kamal kerana selepas haji itu tidak berapa lama
kemudian beliau pun wafat. Beliau berangkat dari Madinatul Munawwarah
pada hari Sabtu, 25 Zulqo’dah tahun 10 Hijrah bersama isteri dan
sahabat-sahabatnya bersama kurang lebih 90,000 orang Islam. Setelah
menginap satu malam di Zulhulaifah, sekarang dikenali dengan nama Bir
Ali, 10 km dari Madinah, esoknya Nabi mengenakan pakaian ihram diikuti
seluruh anggota rombongan. Mereka berjalan bersama-sama dengan pakaian
putih yang sederhana, perlambang kesederhanaan dan persamaan yang amat
jelas.
Dengan seluruh kalbu Muhammad SAW
menengadahkan wajahnya kepada Tuhan sembari mengucapkan talbiyah sebagai
tanda syukur atas nikmat karunia-Nya diikuti kaum muslimin di
belakangnya: “Labbaik Allahumma Labbaik,Labbaika laa
syarikka laka labbaik, Innal haamda wanni’mata laka wal mulk Laa
syariika laka“, artinya : “Aku datang memenuhi
panggilan-Mu ya Allah, Aku datang memenuhi panggilan-Mu, tidak ada
sekutu bagi-Nya, Ya Allah aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala
puji dan kebesaran untuk-Mu semata-mata.Segenap kerajaan untuk-Mu. Tidak
ada sekutu bagi-Mu”.Di bawah sengatan
matahari gurun, di padang pasir yang tidak dikenal banyak umat, bergerak
arus manusia dan kafilah menuju satu titik. Mereka menyambut panggilan
Nabi Ibrahim as beberapa abad silam. Tidak ada peristiwa yang membedakan
seseorang dengan lainnya. Tidak pula perbedaan ras, bangsa atau warna
kulit. Sesungguhnya, inilah pemandangan paling indah tentang asas
persamaan bahwa semua makhluk sama di depan Tuhan. Yang membedakan,
hanya kadar iman dan takwa seseorang. Mereka memenuhi seruan Nabi untuk
saling mengenal, merajut kasih sayang, keikhlasan hati dan semangat ukhuwah
islamiah. Dengan penuh kesabaran pula mereka menanti tibanya Haji
Akbar, dan rasa rindu bertemu Baitullah, dengan jantung berdegup keras.
Pada tanggal 4 Dzulhijjah rombongan
masuk Makkah, selanjutnya Nabi menuju Ka’bah, melakukan thawaf dan
mencium Hajar Aswad. Sesudah tawaf, Nabi shalat dua rakaat di Maqam
Ibrahim, lalu mencium Hajar Aswad untuk kedua kalinya. Kemudian
menghadapkan wajahnya ke arah bukit Shafa, lalu lari-lari kecil antara
bukit Shafa dan bukit Marwah. Di situ dimaklumatkan barangsiapa yang
tidak membawa hadyu (ternak kurban untuk disembelih) hendaknya
mengakhiri ihramnya (tahallul) dan menjadikan ibadah itu
sebagai umrah. Awalnya maklumat itu dilaksanakan tanpa sepenuh hati.
Nabi marah, sampai-sampai beliau kembali ke kemahnya. “Bagaimana aku
tidak marah, aku menyuruh mereka melakukan sesuatu, tapi mereka tidak
menaatiku,” jawab Nabi atas pertanyaan Aisyah. Namun akhirnya seluruh
rombongan menyesali perbuatannya. Mereka segera ber-tahallul
seperti yang dilakukan Fathimah putri Nabi, dan semua istrinya.
Hari ke-8 Zulhijjah yaitu Hari
Tarwiyah, beliau pergi ke Mina bersama rombongannya. Selama satu hari
melakukan shalat dan tinggal bersama kaumnya. Malamnya di saat sang
fajar menyembul setelah Shalat Subuh, dengan menunggang untanya
al-Qashwa’, tatkala matahari mulai tampak, beliau menuju Padang Arafah.
Dalam perjalanan yang diikuti ribuan muslim yang mengucapkan talbiyah
dan bertakbir, Nabi mendengarkan dan membiarkan mereka dalam
kekhusyu’an. Pada tanggal 09 Zulhijjah yang jatuh pada hari Jumaat,
Rasulullah SAW melakukan wukuf di Arafah. Ketika berada di perut wadi
di bilangan Urana, masih di atas unta, Nabi berdiri dan berkhutbah di
depan lebih 90.000 orang yang mengelilinginya. Itulah peristiwa
bersejarah yang dikenal dengan julukan “Al-Hijjatul Wada”
atau “Haji Perpisahan’. Peristiwa yang begitu mengesankan dan indah,
serta merupakan khulasha (kesimpulan) ajaran Islam dan
sunnahnya yang ia wariskan kepada masyarakat Islam. Khutbah berlangsung
di bawah panas matahari yang mampu membakar ubun-ubun, dan didengarkan
dengan khidmat. Kepada Umayyah bin Rabi’ah bin Khalaf diminta mengulang
keras setiap kalimat yang beliau sampaikan, agar didengar di tempat yang
jauh. Sore harinya, rombongan Rasulullah SAW bergerak ke arah
Muzdalifah untuk bermalam di sana. Menjelang fajar, rombongan menuju ke
Mina untuk melakukan pelemparan jumroh kubro (Aqabah), menyembelih
ternak kurban. Kemudian menuju Baitullah untuk melaksanakan thawaf
Ifadha’ dan kembali lagi ke Mina untuk melanjutkan pelemparan jumroh.
Catatan : melempar jumrah berawal
dari mimpi Nabi Ibrahim as yang diperintah untuk menyembelih putranya
Ismail as, dimana pada awalnya beliau tidak percaya akan mimpi itu,
namun karena selalu datang berturut-turut, karena yakin akan kebenaran
mimpi itu Ibrahim as melaksanakan perintah itu dengan membawa Ismail as
melewati tiga tempat dimana beliau diganggu agar mengurungkan niatnya,
namun atas petunjuk Allah diketahui bahwa mereka yang mengganggu adalah
syetan, sampai Ibrahim as melempar batu di tiga tempat itu. Dalam
rangkaian ibadah haji dikenal dengan Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah.
Rasulullah SAW telah menyempurnakan
semua rukun dan wajib haji hingga tanggal 13 Zulhijjah. Dan pada tanggal
14 Zulhijjah, Rasulullah SAW berangkat meninggalkan Makkah
Al-Mukarramah kembali menuju Madinah Al-Munawwarah.
PERISTIWA PADA MASA HIJJATUL
WADA’
Di masa wukuf terdapat beberapa
peristiwa penting yang bisa dijadikan pegangan dan panduan umat Islam
terhadap suatu masalah, di antaranya adalah :
a. Rasulullah SAW minum susu di atas
unta supaya dilihat oleh orang ramai bahwa pada hari Arafah itu beliau
tidak berpuasa, namun membolehkan umat Islam berpuasa sunat.
b. Seorang sahabat jatuh dari binatang
tunganggannya lalu mati, Rasulullah SAW menyuruh supaya mayat itu
dikafankan dengan 2 kain ihram dan tidak membenarkan kepalanya ditutup
atau diwangikan jasad dan kafannya. Sabda beliau pada ketika itu bahawa “Sahabat
itu akan dibangkitkan pada hari kiamat di dalam keadaan berihram dan
bertalbiyah“.
c. Rasulullah SAW menjawab pertanyaan
seorang ahli Najdi : “Apakah Haji itu?”.
Beliau menjawab, artinya : “Haji itu berhenti di Arafah“.
Siapa tiba di Arafah sebelum naik fajar 10 Zulhijjah maka ia telah
melaksanakan haji.
d. Turunnya ayat suci Al-Quranul Karim
surat Al-Maaidah ayat 3 : “Al yauma akmaltu lakum diinakum,
wa atmamtu ‘alaikum ni’matii, wa radhiitu lakumul islaama dinan …”,
yang artinya : ” Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan aku telah ridha
Islam itu menjadi agamamu ….“. (Ayat ini
turun ketika Rasulullah SAW masih berada di atas onta beliau di kaki
Jabal Rahmah, suatu bukit di padang Arafah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar